Bukan Fiksi

Catatan seorang wanita yang BAHAGIA

Archive for October 2011

TENAGA KERJA DALAM USAHA TANI

leave a comment »

Tenaga kerja adalah salah satu unsur penentu, terutama bagi usahatani yang tergantung pada musim. Kelangkaan tenaga kerja berakibat mundurnya penanaman sehigga berpengaruh pada pertumbuhan tanaman, produktivitas, dan kualitas produk.

Tenaga kerja merupakan faktor penting dalam usaha tani keluarga (family farms), khususnya tenaga kerja petani bersama anggota keluarganya. Rumah tangga tani yag umumnya sangat terbatas kemampuannya dari segi modal, peranan tenaga kerja keluarga sangat menentukan. Jika masih dapat diselesaikan oleh tenaga kerja keluarga sediri maka tidak perlu mengupah tenaga luar, yang berarti menghemat biaya.

Baik dalam  usahatani keluarga maupun perusahaan pertanian peranan tenaga kerja belum belum sepenuhnya diatasi dengan tekologi yang menghemat tenaga (teknologi mekanis). Hal ini dikarenakan selain mahal juga ada hal-hal tertentu yang memang tenaga kerja manusia tidak dapat digantikan.

A. Karakteristik Tenaga Kerja dalam Usahatani

Tenaga kerja dalam usahatani memiliki karekteristik yang sangat berbeda dengan tenaga kerja di bidag usaha lain yng selain pertanian. Karakterisik menurut Tohir (1983) adalah sebagai berikut:

  1. Keperluan akan tenaga kerja dalam  ushatani tidak kontinyu dan tidak merata.
  2. Penyerapan tenaga kerja dalam usaha tani sangat terbatas.
  3. Tidak mudah distandarkan, dirasioalkan, dan dispesialisasikan.
  4. Beraneka ragam coraknya dan kadang kala tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

Karakteristik diatas akan memerlukan sistem-sistem menejerial tertentu yang harus dipahami sebagai usaha peningkatan usahatani itu sendiri. Selama ini khususnya di Indoesia sistem menejerial bisanya masih sangat sederhana.

 

B. Peran Petani

Tenaga kerja usahatani keluarga bisanya terdiri atas petani beserta keluarga dan tenaga kerja dari luar yang semuanya berperan dalam usaha tani. Menurut Mosher (1968) petani berperan sebagai manajer, juru tani, dan manusia biasa yang hidup di dalam  masyarakat. Petani sebagai manajer  akan berhadapan dengan berbagai alternatif yang harus diputuskan mana yang harus dipilih untuk diusahakan. Petani harus menentukan jenis tanaman atau ternak yang akan diusahakan, menetukan cara-cara pembelian sarana produksi, menghadapi persoalan tentang biaya, mengusahakan permodalan. Untuk itu, diperlukan ketrampilan, pendidikan, dan pengalaman yang akan berpengaruh dalam proses pengambilan keputusan.

Dalam keyataannya untuk memilih usaha apa yang akan dilakukan, terdapat kompromi antara bapak dan ibu tani. Hal tersebut penting dalam penyuluhan. Jika ingin yang disuluhkan dapat mengena maka pendekatanya adalah kepada keduanya, yaitu bapak dan ibu tani.

Petani sebagai anggota masyarakat yang hidup dalam suatu ikatan keluarga akan selalu berusaha memenuhi kebutuhan keluarganya. Disamping itu, petani juga harus berusaha memenuhi kebutuhan masyarakat atas diri dan keluarganya. Sebaliknya, petani juga membutuhkan bantuan masyarakat disekelilingnya. Besar kecilnya kebutuhan bantuan terhadap masyarakat disekelilingnya tergantug pada teknologi yang digunakan dan sifat masyarakat setempat. Dalam praktiknya, peranan-peranan tersebut saling tekait, tetapi pasti ada salah satu yang menonjol. Sebagai contoh, pada suatu daerah tidak terdapat jenis komoditas a, b, dan c padahal sebetulnya sangat cocok dengan iklim dan jenis tanah  setempat dan harganya pun tinggi. Setelah diteliti ternyata komoditas a, b, dan c tersebut tidak umum diusahakan, bahkan tabu bagi daerah tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa peranan petani sebagi manajer sangat lemah, tetapi peranan petani sebagi anggota masyarakat sangatlah menonjol.

 

 

C. Tenaga Kerja Keluarga dan Luar Keluarga

Peranan anggota keluarga yang lain adalah sebagai tenaga kerja di samping juga tenaga luar yang diupah. Banyak sedikitnya tenaga kerja yang dibutuhkan dalam usahatani berbeda-beda tergantung pada jenis tanaman yang diusahakan. Banyak sedikitnya tenag luar yang dipergunakan tergantug pada dana yang tersedia untuk membiayai tenaga luar tersebut.

Ada beberapa hal yang membedakan antara tenaga kerja keluarga dan tenaga kerja luar atara lain adalah komposisi menurut umur, jenis kelamin, kualitas, dan kegiatan kerja (prestasi kerja). Kegiatan kerja tenaga luar sangat dipengaruhi sistem upah, lamanya waktu kerja, kehidupan sehari-hari, kecakapan, dan umur tenaga kerja.

  1. 1.      Sistem upah

Sistem upah dibedakan menjadi 3 yaitu upah borongan, upah waktu, dan upah premi. Masing-masing sistem tersebut akan mempengaruhi prestasi seorang tenaga luar.

a)      Upah borongan adalah upah yang diberikan sesuai dengan perjanjian antara pemberi kerja dengan pekerja tanpa memperhatikan lamanya waktu kerja. Upah borongan ini cederug membuat para pekerja untuk secepatya menyelesaikan pekerjaanya agar segera dapat mengerjakan pekerjaan borongan lainya. Contohnya borongan menggarap lahan sawah sebesar Rp. 150.000 per petak sawah

b)      Upah waktu  adalah upah yang diberikan berdasarkan lamanya waktu kerja. Sistem upah waktu kerja ini cenderung membuat pekerja untuk memperlama waktu kerja dengan harapan mendapat upah yang semakin besar. Contohnya upah pekerja untuk menggarap sawah sebesar Rp. 25.000/HKO. Jika dia bekerja selam lima hari maka upah yang diterima sebesar Rp. 125.000.

c)      Upah premi adalah upah yang diberikan dengan memperhatikan produktivitas dan prestasi kerja. Sebagai contoh, dalam satu hari pekerja diharuskan menyelesaikan 10 unit pekerjaan. Jika dia bisa menyelesaikan lebih dari  10 unit maka dia akan mendapatkan upah tambahan. Sistem upah premi cenderung meningkatkan produksivitas pekerja.

  1. 2.      Lamanya waktu kerja

Lamanya waktu kerja seseorang dipengaruhi oleh seseorang tersebut. Seseorang yang tidak dalam keadaan cacat atau sakit secara normal mempunyai kemampuan untuk  bekerja. Selain itu, juga dipengaruhi oleh keadaan iklim suatu tempat tertentu. Misalnya, wilayah tropis seperti Indonesia, untuk melakukan aktivitas lapangan seperti petani tidak dapat bertahan lama karena cuaca panas.

  1. 3.      Kehidupan seharihari

Kehidupan sehari-hari seorang tenaga kerja dapat dilihat pada keadaan makanan/ menu dan gizi, perumahan, kesehatan, serta keadaan lingkunganya. Jika keadaanya jelek dan tidak memenuhi persyaratan maka akan berpegaruh negatif terhadap kinerja.

  1. 4.      Kecakapan

Kecakapan seseorang menentukan kinerja seseorang, seseorang yang lebih cakap tentu saja prestasinya lebih tinggi bila dibandingkan dengan yang kurang cakap, kecakapan ditentukan oleh pendidikan, pengetahuan, dan pengalaman.

  1. 5.      Umur tenaga kerja

Umur seorang menentukan prestasi kerja atau kinerja seorang tersebut. Semakin berat pekerjaan secara fisik maka semakin tua tenaga kerja akan semakin turun pula prastasi tenaga kerjanya. Namun dalam beberapa hal tanggung jawab semakin tua umur tenaga kerja tidak akan berpengaruh karena justru semakin berpengalaman. Semantara itu untuk tenaga kerja keluarga karena tidak diupah, tingginya prestasi kerja dipengaruhi oleh  yang paling utama yaitu besarnya kebutuhan keluarga disamping faktor-faktor yang lain.

Besarnya prestasi kerja tenaga kelurga dipengaruhi oleh perbandingan antara besarnya konsumen dalam keluarga dalam keluarga dengan jumlah tenaga kerja  yang tersedia. Hal tersebut dapat dihitung dengan cara sebagai berikut.

Dimana:

K =  kegiatan/ prestasi kerja

P =  konsumen/  pemakai

T = tenaga kerja

Jika semakin tinggi P (kebutuhan kelurga) dengan T (tenaga kerja) tetap maka keluarga tersebut harus bekerja lebih lama (K naik). Dalam  kenyataan (seperti terlihat dalam tabel 3.1)  dengan adanya pertambahan tenaga kerja keluarga, jumlah jam keluarga yang dicurahkan untuk bekerja justru menunjukkan penurunan (kolom 5). Kecenderungan ini disebabkan keputusan keluarga untuk bekerja, ditentukan oleh besarnya kebutuhan keluarga (kolom 6). Begitu jumlah kebutuhan terpenuhi (ekuivalen 21 jam/ hari), meskipun dalam keluarga terjadi pertambahan persediaan tenaga kerja (pada saat umur perkawinan 15 tahun), jumlah tenaga per keluarga yang dicurahkan untuk bekerja besarnya tetap.

Dipandang dari segi kebijaksanaan makan dengan mendorong naik kebutuhan keluarga diharapkan petani akan bersedia untuk bekerja lebih lama sehingga tidak saja pendapatan keluarga akan meningkat tetapi juga produksi secara keseluruhan akan naik.

Kebutuhan keluarga ekuivalen dengan 21 jam/hari/keluarga. Jika telah terpenuhi makan lamanya kegiatan kerja akan menurun. Tambahan tenaga kerja keluarga seharusnya disalurkan untuk intensifikasi maupun kegiatan-kegiatan yang tidak berhubungan dengan pertanian (off farm activities) bila lahan usahataninya terbatas. Dengan demikian, total pendapatan  yang diperoleh keluarga akan lebih tinggi daripada keadaan semula. Pada kenyataaan yang terjadi di Indonesia, para petani tidak mempertahankan jam kerja yang tinggi. Semakin banyak tenaga kerja keluarga semakin kecil jam kerja per tenaga per hati padahal sebetulnya mampu lebih dari itu. Dengan demikian maka timbul adanya pengangguran yang tidak kentara (disquised unemployment).

TABEL  3.1.   HUBUNGAN ANTARA JUMLAH KONSUMEN, TENAGA KERJA, DENGAN KEGIATAN KERJA KELUARGA PETANI

No.

Umur (th)

P

T

K

Lamanya Bekerja

(jam/hari/tenaga)

Lamanya Bekerja

(jam/hari/keluarga)

 

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

1

0

2

2

1

3

6

2

3

3

2

1,50

4,5

9

3

6

4

2

2

6

12

4

9

5

2

2,50

7,5

15

5

12

6

2

3

9

18

6

15

7

2

3,50

10,5

21

7

18

7

2

2,30

7

21

8

21

7

2

1,75

5,25

21

9

24

7

2

1,40

4,2

21

10

27

7

2

1,16

3

21

11

30

7

2

1

3

21

            Keterangan:     P          = pemakai/ konsumen dalam suatu keluarga

T          = tenaga kerja dalam suatu keluarga

K         = kegiatan/ prestasi kerja

Umur   = umur perkawinan suatu keluarga

 

 

 

D. Kebutuhan dan Distribusi Tenaga Kerja

Kebutuhan tenaga kerja dapat diketahui dengan cara menghitung setiap kegiatan masing-masing komoditas yang diusahakan, kemudian dijumlah untuk seluruh usahatani. Kebutuhan tenaga kerja berdasarkan jumlah tenaga kerja keluarga yang tersedia dibandingkan dengan kebutuhannya. Berdasarkan perhitungan maka jika terjadi kekurangan maka untuk memenuhinya dapat berasal dari tenaga luar keluarganya.

Satuan yang sering dipakai dalam perhitungan kebutuhan tenaga kerja adalah man days  atau HKO (hari kerja orang) dan JKO (jam kerja orang). Pemakaian HKO kelemahannya karena masing-masing daerah berlainan (1 HKO di daerah B belum tentu sama dengan 1 HKO di daerah A) bila dihitung jam kerjanya. Sering kali dijumpai upah borongan yang sulit dihitung, baik HKO maupun JKO-nya.

Banyaknya tenaga kerja yang diperlukan untuk mengusahakan satu jenis komoditas per satuan luas dinamakan Intensitas Tenaga Kerja. Intensitas Tenaga Kerja tergantung pada tingkat teknologi yang digunakan, tujuan dan sifat usahataninya, topografi dan tanah, serta jenis komoditas yang diusahakan.

  1. Tingkat teknologi yang digunakan

Penerapan teknologi biologis dan kimia umumnya lebih banyak dibutuhkan tenaga kerja untuk pemakaian bibit unggul disertai dengan pemupukan dan pemberantasan hama penyakit. Sementara penerapan teknologi mekanis, seperti pemakaian mesin-mesin dan traktor justru dapat lebih menghemat kebutuhan tenaga kerja.

  1. Tujuan dan sifat usahatani

Tujuan usahatani dan sifat usahatani juga sangat mempengaruhi jumlah kebutuhan tenaga kerja. Contoh halnya, usaha tani komersial yang sudah memperhatikan kualitas dan kuantitas dari segi ekonomi, akan membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak dari pada usahatani subsistence.

  1. Topografi dan tanah

Teknik pengolahan lahan di daaerah datar dengan jenis tanah ringan akan memerlukan tenaga kerja yang lebih sedikit dibanding pengolahan tanah di daerah miring dan berat.

  1. Jenis komoditas yang diusahakan

Jenis komoditas juga menentukan jumlah tenaga kerja. Pada umumnya tanaman semusim lebih banyak membutuhkan tenaga kerja daripada tanaman tahunan. Hal ini tergantung pada intensitas pengolahan tanah dan saat tanam. Pada tanaman semusim lebih banyak membutuhkan tenaga kerja bantuan sehingga sering kali tidak dapat diselesaikan sendiri oleh tenaga kerja keluarga. Namun saat pemeliharaan pada tanaman semusim cenderung membutuhkan sedikit tenaga kerja. Bahkan sampai tenaga kerja keluarga yang tersedia tidak dapat dimanfaatkan sepenuhnya karena memmang tidak adanya pekerjaaan sehingga timbul pengangguran musiman. Pengangguran musiman sebenarnya masih dapat diatasi dengan cara sebagai berikut:

    1. Cropping system, untuk meningkatkan intensitas penggunaan tanah dan menyerap tenaga kerja yang lebih banyak untuk merawat lebih dari satu tanaman dalam satu lahan;
    2. Menggunakan teknologi yang membutuhkan bantuan tenaga kerja;
    3. Diversifikasi vertikal, melaksanakan sendiri semua proses produksi dan pemasaran;
    4. Off-farm activity; dan
    5. Transmigrasi yang terarah pada diversifikasi tanaman pangan.
  1. Efisiensi tenaga kerja

Efisiensi tenaga kerja atau produktivitas tenaga kerja dapat diukur dengan memperhatikan jumlah produksi, penerimaan per hari, dan luas lahan atau luas usaha.

    1. Memperhitungkan produksi

Produktivitas yang berhubungan dengan tenaga kerja dapat dihitung melalui jumlah produksi per hektar dibagi dengan jumlah tenaga kerja yang dicurahkan per hektar. Perhitungan produktivitas akan membandingkan antara usaha yang dibantu dengan mesin traktor dengan usaha yang tanpa menggunakan bantuan mesin traktor. Jika tidak menggunakan traktor maka jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan akan semakin banyak, sehingga pembaginya akan menjadi semakin besar dan nilai produktivitas akan semakin kecil. Tetapi jika memanfaatkan bantuan mesin traktor maka tenaga kerja yang dibutuhkan akan semakin sedikit sehingga pembagi jumlah produksi per hektar akan semakin kecil sehingga memperoleh nilai produktivitas yang lebih besar. Hal ini justru akan semakin meningkatkan efisiensi tenaga kerja.

    1. Memperhatikan penerimaan per hari kerja

Penerimaan per hari kerja dapat dihitung dengan formula, jumlah produksi fisik dikali harga per hektar dibagi dengan jumlah tenaga kerja yang dicurahkan per hektar.

    1. Memperhatikan luas usaha per lahan

Efisiensi tenaga kerja dapat juga dihitung melalui luas usahatani dibagi dengan jumlah tenaga kerja yang dicurahkan perhari.

  1. Efisiensi teknis, efisiensi perusahaan, dan efisiensi kemanusiaan

Selain efisiensi tenaga kerja, efisiensi teknis, perusahaan, dan kemanusiaan, juga dapat diperhitungkan dengan cara mebandingkan tambahan produksi yang akan diperoleh akibat dari tambahan faktor produksi yang diberikan untuk menghasilkan.

    1. Efisiensi teknis adalah mengukur besarnya produksi yang dapat dicapai atas tingkat faktor produksi tertentu. Efisiensi teknis contohnya melalui penggunaan pupuk urea untuk peningkatan produksi padi di lahan sawah dengan di lahan tegal maka akan didapat hasil penggunaan pupuk urea yang lebih efisien di lahan sawah dibandingkan di lahan tegal.
    2. Efisiensi perusahaan adalah mengukur besarnya nilai produksi yang dapat dicapai atas nilai faktor produksi tertentu. Contohnya dalam penggunaan pupuk urea 46% N dan pupuk ZA 20% N. Akan terlihat efisiensi penggunaan pupuk dari tingkat produksinya yaitu penggunaan pupuk urea 46% N lebih besar dibanding penggunaan pupuk ZA 20% N.
    3. Efisiensi kemanusiaan sulit diukur karena tambahan produksi yang dicapai diukur dengan kepuasan seseorang.
  1. Curahan tenaga kerja

Curahan tenaga kerja pada usahatani sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, yakni:

  1. Faktor alam yang meliputi curah hujan, iklim, kesuburan tanah, dan topografi;
  2. Faktor jenis lahan yang meliputi sawah, tegal, dan pekarangan;
  3. Luas, petak, dan penyebaran.

Faktor-faktor tersebut menyebabkan adanya perbedaan kesibukan tenaga kerja, misalnya yang terjadi pada usaha tani lahan kering yang benar-benar hanya mengandalakan air hujan maka petani akan sangat sibuk hanya pada saat musim penghujan. Sebaliknya, pada musim kemarau akan mempunyai waktu luang sangat banyak karena lahannya tidak dapat ditanami (bero). Pada lahan sawah beririgasi, petani akan sibuk sepanjang tahun karena air bukan merupakan kendala bagi usahataninya.

  1. Arti intensif dan ekstensif

Usahatani dikatakan intensif jika banyak menggunakan tenaga kerja dan atau modal per satuan luas lahan. Contoh usahatani intensif adalah jika seorang petani menggarap tanah sesuai dengan kebutuhan sampai siap untuk ditanami jagung, menggunakan pupuk awal, bibit unggul, melakukan penyiangan dan pemupukan periodik. Tiga setengah bulan kemudian petani akan memperoleh hasil panen sekitar 12 kg per satuan luas lahan.

Sedangkan suatu usahatani dikatakan ekstensif jika usahatani tersebut tidak banyak menggunakan tenaga kerja dan atau modal per satuan luas lahan. Sebagai contoh adalah, jika seseorang menggarap tanah ala kadarnya, lalu menebar bibit, biji (untuk serealia). Setelah itu lahan dibiarkan aja. Tetapi tiga setengah bulan, petani juga sambil menunggu mendapat seluruh hasil panen dan diperoleh 2 kg per satuan luas lahan.

Written by Hajroon Jameela

October 20, 2011 at 8:41 pm

ANALISIS MASALAH DAN AKAR MASALAH PENANAMAN PADI SAWAH IRIGASI (Oryza sativa) PADA TANAH SERI TLOGOREJO

leave a comment »

I. DESKRIPSI SINGKAT TANAH

Tanah di kawasan Dadapan, Tlogorejo, secara umum memiliki sifat-sifat fisik yang cukup baik. Tanah tersebut sangat dalam dengan drainase yang cukup baik serta permeabilitas sedang. Tanah tersebut terbentuk dari proses aluvial-koluvial yang berasal dari material vulkanik. Lapisan atas tanah tersebut berwarna coklat sangat gelap sedangkan pada lapisan yang lebih bawah berwarna coklat gelap kemerahan. Tanah tersebut memiliki tekstur dominan lempung, namun terdapat partikel pasir pada horizon Ap. Konsistensi lembab tanah tersebut adalah gembur, sedangkan konsistensi basahnya ialah agak lekat dan agak plastis. Tanah tersebut memiliki ruang pori mikro, sedang, dan makro yang cukup banyak sejak horizon atas hingga horizon bawah di mana perakaran tanaman dapat ditemukan hingga horizon paling bawah. Hal tersebut menunjukkan bahwa tanah di kawasan Tlogorejo mudah untuk ditembus oleh akar tanaman. Tanah tersebut juga memiliki sifat kimia yang cukup baik jika dilihat dari pH H2O, yaitu sebesar 6,2-6,9. Namun, tanah tersebut memiliki sifat biologi yang kurang baik, hal ini dikarenakan kandungan C-organik dalam tanah tersebut sangat rendah, yaitu kurang dari 0,8%.


II. EVALUASI KESESUAIAN LAHAN

Tanah di kawasan Dadapan, Tlogorejo tersebut akan ditanami dengan tanaman pangan semusim, yaitu tanaman padi sawah. Untuk mengetahui kesesuaian lahan tersebut dengan tanaman padi, dilakukan evaluasi kesesuaian lahan dengan tabel kesesuaian lahan terhadap tanaman padi sebagai berikut.

Padi sawah irigasi (Oryza sativa)

Persyaratan penggunaan/

Kelas kesesuaian lahan

karakteristik lahan

S1

S2

S3

N

Temperatur (tc)

  Temperatur rerata (°C)

24 – 29

22 – 24

18 – 22

< 18

29 – 32

32 – 35

> 35

Ketersediaan air (wa)

  Kelembaban (%)

33 – 90

30 – 33

< 30; > 90

Media perakaran (rc)

  Drainase

agak terhambat,

terhambat, baik

sangat terhambat, agak cepat

cepat

sedang

  Tekstur

halus, agak halus

sedang

agak kasar

kasar

  Bahan kasar (%)

< 3

3-15

15 – 35

> 35

  Kedalaman tanah (cm)

> 50

40 – 50

25 – 40

< 25

Gambut:

  Ketebalan (cm)

< 60

60 – 140

140 – 200

> 200

  Ketebalan (cm), jika ada

< 140

140 – 200

200 – 400

> 400

  sisipan bahan mineral/
  pengkayaan
  Kematangan

saprik+

saprik,

hemik,

fibrik

hemik+

fibrik+

Retensi hara (nr)

  KTK liat (cmol)

> 16

≤ 16

  Kejenuhan basa (%)

> 50

35 – 50

< 35

  pH H2O

5,5 – 8,2

4,5 – 5,5

< 4,5

8,2 – 8,5

> 8,5

  C-organik (%)

> 1,5

0,8 – 1,5

< 0,8

Toksisitas (xc)

  Salinitas (dS/m)

< 2

02-Apr

04-Jun

> 6

Sodisitas (xn)

  Alkalinitas/ESP (%)

< 20

20 – 30

30 – 40

> 40

Bahaya sulfidik (xs)

  Kedalaman sulfidik (cm)

> 100

75 – 100

40 – 75

< 40

Bahaya erosi (eh)

  Lereng (%)

< 3

3-5

5 – 8

> 8

  Bahaya erosi

sangat rendah

rendah

sedang

berat

Bahaya banjir (fh)

  Genangan

F0,F11,F12, F21,F23,F31,F32

F13,F22,F33,

F14,F24,F34,

F15,F25, F35,F45

F41,F42,F43

F44

Penyiapan lahan (lp)

  Batuan di permukaan (%)

< 5

3-15

15 – 40

> 40

  Singkapan batuan (%)

< 5

3-15

15 – 25

> 25

 

Berdasarkan tabel di atas, tanah di kawasan Tlogorejo memiliki kelas kesesuaian lahan s3 terhadap tanaman padi sawah dengan faktor pembatas tekstur, persentase C-organik, dan kelerengan.

Tekstur tanah di kawasan Tlogorejo dominan lempung dengan partikel pasir di horizon atas dan termasuk ke dalam kelas testur agak kasar. Tekstur yang agak kasar kurang sesuai (s3) bila digunakan untuk penanaman tanaman padi sawah. Tanah dengan tekstur agak kasar, atau mengandung partikel pasir yang cukup banyak, memiliki daya ikat antar partikel yang lemah. Lemahnya ikatan antar partikel tersebut menyebabkan permeabilitas taah menjadi tinggi dan air akan mudah mengalami infiltrasi, sehingga air tidak akan bertahan lama di lahan. Telah kita ketahui bahwa dalam penanaman tanaman padi secara konvensional membutuhkan pengairan yang sangat intensif. Tanaman padi merupakan tanaman yang membutuhkan banyak air sejak penanaman hingga menjelang panen. Dengan tanah yang memiliki permeabilitas tinggi, penanaman tanaman padi sawah akan menjadi kurang optimal sehingga menyebabkan produktivitasnya pun akan menurun.

Selain itu, tanah dengan tekstur yang agak kasar kurang dapat memberikan tunjangan mekanik pada tanaman. Tekstur yang agak kasar, atau mengandung partikel pasir, akan menyebabkan konsistensi tanah yang kurang mantap. Hal ini menyebabkan tanah tidak dapat mencengkeram akar tanaman dengan kuat. Dengan demikian, tanaman akan mudah sekali roboh dan menyebabkan pertumbuhannya kurang optimal sehingga produktivitasnya juga akan menurun.

Selain tekstur tanah, tanah di kawasan Tlogorejo juga memiliki permasalahn cukup serius dalam hal persentase C-organik. Kandungan C-organik dalam tanah di kawan Tlogorejo termasuk rendah, yaitu kurang dari 0,8%. Rendahnya kandungan C-organik dalam tanah menyebabkan rendahnya keragaman mikroorganisme yang menguntungkan di dalam tanah. Mikroorganisme tersebut berfungsi mengubah bahan-bahan organik menjadi banahn anorganik yang dapat diserap oleh akar tanaman. Rendahnya keragaman mikroorganisme dalam tanah menyebabkan unsur hara yang diserap oleh tanaman akan berkurang. Dengan demikian, kandungan C-organik yang rendah juga akan menimbulkan masalah produktivitas tanaman yang rendah.

Faktor lain yang menjadi permasalahan pada tanah di kawasan tersebut ialah kelerengan. Kawasan Tlogorejo memiliki kemiringan lereng antara 1-30%. Hal ini menunjukkan bahwa kawasan tersebut mempunyai variasi kelerengan yang cukup luas dari landai hingga cukup berlereng. Penanaman tanaman padi sawah membutuhkan lahan yang kelerengannya tidak begitu curam untuk memudahkan dalam sistem irigasi. Selama proses penanaman, lahan sawah harus digenangi air dalam waktu yang cukup lama. Dengan demikian, apabila melaksanakan kegiatan penanaman padi di kawasan yang berlereng curam akan menjadi tidak optimal karena air cepat mengalami run off. Run off juga dapat mengakibatkan tanah tererosi, sehingga bukan hanya pengelolaan air saja yang menjadi masalah, tetapi kehilangan unsur hara juga dapat menjadi masalah serius yang menyebabkan produktivitas tanaman padi menurun.


III. ANALISIS PERMASALAHAN

Berdasarkan evaluasi kesesuaian lahan tanah di kawasan Dadapan, Tlogorejo terhadap tanaman padi, dapat diketahui bahwa tanah tersebut memiliki kelas kesesuaian lahan s3 dengan faktor pembatas tekstur, persentase C-organik, dan kelerengan. Faktor-faktor pembatas tersebut menyebabkan kurang optimalnya pertumbuhan tanaman padi, sehingga produktivitasnya juga akan berkurang. Berikut ini adalah analisis permasalahan dalam penanaman tanamanan padi sawah di tanah di kawasan Dadapan, Tlogorejo yang dijabarkan dalam pohon permasalahan.

Permasalahan utama yang ditemukan pada lahan tersebut apabila ditanami dengan tanaman padi sawah adalah produksi tanaman padi akan tidak optimal dan tidak stabil. Penyebab ketidakoptimalan dan ketidakstabilan produktivitas tanaman padi tersebut adalah rendahnya ketersediaan unsur hara, ketersediaan air yang terbatas, serta gangguan fungsi penunjang mekanik tanah tersebut. Ketersediaan unsur hara yang rendah dapat disebabkan oleh erosi, maupun karena rendahnya keragaman mikroorganisme di dalam tanah tersebut. Penyebab utama erosi ialah kelerengan yang cukup curam dan terjadinya pencucian hara akibat runoff. Hal ini disebabkan oleh kurangnya penutup tanah, baik itu berupa pohon maupun seresah, di permukaan tanah. Sedangkan rendahnya keragaman mikroorganisme dalam tanah disebabkan oleh kandungan C-organik dalam tanah yang rendah pula. Rendahnya kandungan C-organik tanah dapat disebabkan oleh pencucian hara, kurangnya bahan organik dalam tanah, serta pengolahan tanah yang terlampau intensif.

Sedangkan ketersediaan air yang terbatas disebabkan oleh tekstur tanah yang kasar. Tekstur tanah yang kasar memiliki permeabilitas yang tinggi sehingga air mudah mengalami infiltrasi. Hal ini akan menjadi tidak optimal bila ditanami dengan tanaman padi sawah. Tanaman padi sawah memerlukan penggenangan selama masa tanamnya, sehingga membutuhkan tanah yang memiliki permeabilitas tidak terlalu tinggi sehingga tidak banyak air yang hilang.


IV. IDENTIFIKASI SOLUSI POTENSIAL

            Berdasarkan analisis permasalahan yang digambarkan dengan pohon masalah di atas, dapat dilihat bahwa terdapat tiga akar masalah yang menyebabkan tidak optimal dan tidak stabilnya produktivitas tanaman padi sawah bila ditanam di lahan di kawasan Tlogorejo. Ketiga akar masalah tersebut ialah kelerengan yang cukup curam, kurangnya penutup lahan, serta tekstur tanah yang agak kasar.

Lahan dengan kelerengan yang cukup curam memiliki peluang untuk tererosi lebih besar dari pada lahan yang datar. Dengan demikian, untuk meminimalkan erosi, lahan yang curam tersebut dapat dibuat datar dengan membuat teras. Teras yang dapat dibuat antara lain ialah teras bangku, teras gulud, teras kredit, teras individu, dan teras kebun. Untuk pemilihan teras yang tepat, perlu dilakukan observasi serta wawancara atau interview lebih lanjut di kawasan tersebut.

Selain kelerengan yang curam, kurangnya penutup lahan juga dapat menyebabkan tingginya erosi di lahan curam. Dengan demikian, untuk mengurangi erosi dapat dilakukan penanaman tanaman penutup lahan. Pada lahan sawah, sangat sulit untuk melakukan tumpang sari dengan tanaman lain. Salah satu tanaman yang lazim ditanam bersama dengan tanaman padi ialah tanaman azola. Sebelumnya, pola penanaman padi harus diatur berupa jajar legowo, sehingga terdapat celah yang cukup lebar untuk penanaman azola. Azola selain berfungsi sebagai penutup lahan, juga dapat digunakan sebagai pupuk hijau yang dapat meningkatkan unsur N dalam tanah.

Akar permasalahan yang lain ialah tekstur tanah yang agak kasar. Tekstur tanah yang kasar tersebut memiliki permeabilitas tinggi sehingga infiltrasi air menjadi cepat. Tanah yang kasar memiliki daya ikat antar partikel yang lemah, sehingga permeabilitasnya tinggi. Untuk meningkatkan daya ikat antar partikel, dapat dilakukan penambahan bahan organik ke dalam tanah. Namun, upaya ini tidak akan mengubah tekstur dalam jangka waktu yang cepat, butuh waktu yang panjang untuk merubah tekstur tanah tersebut.

 

Written by Hajroon Jameela

October 19, 2011 at 9:59 am

KERUSAKAN LAHAN AKIBAT EROSI TANAH DI DATARAN TINGGI DIENG DAN LANGKAH-LANGKAH TEKNIS PENANGGULANGANNYA

leave a comment »

I. LATAR BELAKANG
Dataran tinggi Dieng merupakan kawasan di wilayah perbatasan antara Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Batang, dan Kabupaten Temanggung. Kawasan tersebut memiliki kurang lebih 20.161 hektar hutan Negara yang dikelola Perhutani dan 19.472 hektar hutan rakyat. Wilayah ini berada pada ketinggian antara 1.500 sampai dengan 2.095 meter diatas permukaan laut dengan kemiringan lebih dari antara 15-40% dan dibeberapa wilayah >40%. Dataran tinggi Dieng adalah bagian hulu DAS Serayu dan merupakan sentra produksi sayuran dataran tinggi Jawa Tengah.
Curah hujan di dataran tinggi Dieng termasuk tinggi, yaitu 3.917 mm/tahun. Curah hujan yang tinggi ditambah dengan intensitasnya yang tinggi merupakan penyebab utama tingginya laju erosi dan penurunan produktivitas tanah di daerah tersebut. Terlebih lagi, budidaya yang dilakukan pada lahan berlereng tersebut tanpa upaya pencegahan erosi.
Petani di dataran tinggi Dieng umumnya berusaha tani sayuran pada bedengan-bedengan dengan kemiringan lahan di atas 30% tanpa upaya-upaya melestarikan lahan atau mengendalikan erosi. Bedengan-bedengan tersebut dibuat searah dan sepanjang lereng tanpa upaya memperpendek atau memotong panjang lereng. Kebiasaan menanam sayuran seperti itu bertujuan untuk menciptakan kondisi aerasi atau drainase dan kelembaban tanah yang baik. Hal ini dikarenakan kondisi aerasi tanah yang buruk dapat membahayakan pertumbuhan tanaman sayuran. Pada umumnya, petani di sana membuat bedengan atau guludan searah lereng pada teras-teras bangku, namun tanpa upaya menstabilkan teras tersebut, sehingga pada bibir dan tampingan teras cenderung mengalami longsor. Teras bangku tersebut umumnya miring keluar sehingga erosi atau longsor masih mungkin terjadi. Selain itu, pada ujung luar teras (talud) tidak ditanami tanaman penguat teras dan permukaan tanah pada tampingan teras juga terbuka atau bersih tidak ada tanaman.
Akibat dari erosi tersebut, sedimentasi di DAS semakin meluas serta terjadi penurunan kesuburan di dataran tinggi Dieng. Hal ini dikarenakan hara tanah yang terkandung di lapisan teratas tanah hanyut terseret arus air. Miskinnya hara tanah otomatis akan berakibat pada penurunan produktivitas lahan pertanian.

II. KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN KERUSAKAN LAHAN
Dataran tinggi Dieng memiliki kemiringan antara 25-40% bahkan di beberapa wilayah > 40%, dengan jenis tanah Andosol dan curah hujan rata-rata >3.000 mm/tahun. Dengan demikian dataran tinggi Dieng memiliki kelas lereng curam dengan jenis tanah yang peka terhadap erosi serta curah hujan sangat tinggi. Dataran tinggi Dieng berada pada ketinggian lebih dari 2.000 m dpl, merupakan cagar budaya yang berupa candi-candi Hindu, merupakan jalur pengaman Daerah Aliran Sungai dan merupakan hulu Sungai Serayu. Berdasarkan kondisi tersebut maka Dataran Tinggi Dieng ditetapkan sebagai kawasan fungsi lindung yang meliputi kawasan yang memberi perlindungan kawasan dibawahnya dan kawasan cagar budaya. Alokasi ruang di wilayah ini adalah untuk hutan lidung dan sebagai kawasan resapan air, serta sebagai daerah konservasi peninggalan budaya yang berupa candi-candi Hindu.
Secara visual nampak bahwa lahan di kawasan tersebut mempunyai lapisan olah yang sangat tipis dimana terlihat adanya batu-batu yang nampak di permukaan tanah. Padahal berdasarkan sumber yang berasal dari penduduk disekitar daerah tersebut, batu-batu itu dahulu tidak nampak. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi pengikisan lapisan olah yang disebabkan oleh adanya run off yang tinggi pada saat hujan. Run off yang tinggi karena tidak adanya penguat pada lapisan tanah atas karena tidak adanya tanaman keras maupun tanaman penutup tanah, terlebih lagi lahan tersebut adalah lahan miring dengan tersering yang buruk. Pola tanam yang monokultur dan terus menerus sepanjang tahun juga menjadi penyebab semakin tingginya intensitas pengolahan tanah yang berakibat pada semakin mudahnya tanah tererosi. Kondisi ini jelas merupakan faktor yang menjadi pemicu semakin berkurangnya tingkat kesuburan tanah bahkan lebih parah lagi terjadinya degradasi lahan yang semakin tinggi.
Erosi juga mengakibatkan menurunnya kuantitas dan kualitas air di telaga yang banyak terdapat di kawasan Dieng diantaranya adalah Telaga Cebong di Desa Sembungan serta Telaga Warna dan Telaga Pengilon di Desa Dieng. Pendangkalan yang terjadi di telaga-telaga tersebut menyebabkan penurunan debit air pada musim kemarau. Pada musim dimana tidak ada hujan maka air telaga juga digunakan untuk mengairi ladang kentang mereka. Sehingga kondisi telaga semakin lama semakin rusak dan pemenuhan kebutuhan air untuk konsumsi rumah tangga pun berkurang. Selain itu kualitas air pun menjadi sangat buruk karena air menjadi keruh oleh banyaknya kandungan pupuk kandang dan sisa bahan kimia dari pupuk dan pestisida.
Selain mengakibatkan bertambah luasnya lahan kritis, erosi yang tinggi juga berakibat pada sedimentasi di daerah hilir. Seperti yang telah dikemukakan di atas bahwa Dieng merupakan hulu sungai Serayu, dengan beberapa anak sungainya, yang bermuara di Waduk Panglima Besar Jenderal Sudirman. Erosi dan sedimentasi yang cukup tinggi dari Daerah Aliran Sungai Serayu dan Merawu masih menjadi persoalan bagi Bendungan Panglima Besar Sudirman (PLTA Mrica) di Kabupaten Banjarnegara. Erosi dan sedimentasi yang tinggi menurunkan volume waduk. Selama 15 tahun volume waduk berkurang sekitar 43%. Hal ini tentu sangat berpengaruh terhadap fungsi waduk sebagai sumber pembangkit listrik, baik dari kapasitas daya yang dihasilkan maupun dari jangka waktu operasi waduk itu karena semakin berkurangnya debit air waduk. Jika hal itu dibiarkan, waduk tersebut akan tertutup sedimentasi. Bila waduk tertutup sedimentasi, PLTA Mrica tak bisa lagi dioperasikan.
Besarnya erosi yang terjadi di dataran tinggi Dieng yang jauh melebihi besarnya erosi yang masih diperbolehkan, menunjukkan telah demikian tingginya degradasi lingkungan di dataran tinggi Dieng. Bila kondisi ini terus berlanjut tanpa adanya upaya konservasi, maka pada beberapa tahun yang akan datang tidak ada lagi tanaman yang dapat tumbuh di sana karena tidak ada lagi lapisan olah yang mengandung bahan organik, sehingga yang muncul tidak hanya permasalahan lingkungan namun juga permasalahan ekonomi dan sosial yang semakin kompleks. Hal ini dikarenakan ketergantungan masyarakat yang sangat tinggi terhadap lahan, sehingga apabila lahan tidak dapat lagi berproduksi maka akan hilanglah sumber mata pencaharian mereka.

III. STRATEGI KONSERVASI TANAH
Untuk mencapai keberlanjutan produktivitas lahan perlu dilakukan tindakan konservasi tanah dan air. Hal tersebut dapat dicapai dengan menerapkan teknologi konservasi tanah secara vegetatif dan mekanik. Konservasi tanah vegetatif mencakup semua tindakan konservasi yang menggunakan tumbuh-tumbuhan (vegetasi), baik tanaman legum yang menjalar, semak atau perdu, maupun pohon dan rumput-rumputan, serta tumbuh-tumbuhan lain, yang ditujukan untuk mengendalikan erosi dan aliran permukaan pada lahan pertanian. Tindakan konservasi tanah vegetatif tersebut sangat beragam, mulai dari pengendalian erosi pada bidang olah atau lahan yang ditanami dengan tanaman utama, sampai dengan stabilisasi lereng pada bidang olah, saluran pembuangan air (SPA), maupun jalan kebun. Konservasi tanah mekanik adalah semua perlakuan fisik mekanis yang diberikan terhadap tanah dan pembuatan bangunan yang ditujukan untuk mengurangi aliran permukaan dan erosi serta meningkatkan kelas kemampuan tanah. Teknik konservasi tanah ini dikenal pula dengan sebutan metode sipil teknis. Untuk mencapai hasil maksimum dalam mengendalikan erosi dan aliran permukaan, sebaiknya tindakan konservasi tanah vegetatif dan mekanik dikombinasikan sesuai dengan karakteristik lahan.
Pada umumnya, petani di dataran tinggi Dieng telah membuat bedengan atau guludan searah lereng pada bidang-bidang teras bambu. Namun, sangat disayangkan bahwa teras bangku tersebut umumnya miring ke luar, sehingga erosi atau longsor masih mungkin terjadi. Selain itu, pada bagian ujung luar teras (talud) tidak ditanami tanaman penguat teras dan permukaan tanah pada tampingan teras juga terbuka atau bersih tidak ada tanaman. Jika melihat tingkat erosi yang sangat tinggi di kawasan tersebut, usaha yang dilakukan petani di sana masih belum sesuai dengan kaidah konservasi. Teras bangku tidak sesuai untuk tanah yang mudah tererosi pada daerah berlereng curam serta curah hujan yang cukup tinggi. Teras gulud menurut kaidah konservasi lebih efektif untuk menahan erosi pada lahan yang demikian dengan biaya pembangunan yang relatif lebih murah dibandingikan dengan teras bangku. Untuk membantu mengurangi erosi, bedengan juga perlu dibuat searah dengan garis kontur.
Untuk meningkatkan efektivitas teras yang dibuat, perlu ditanami tanaman penguat teras pada bibir dan tampingan teras. Rumput Bede (Brachiaria decumbens) dan Rumput Bahia (Paspalum notatum) merupakan contoh dari tanaman penguat teras yang terbukti efektif mengurangi tingkat erosi pada lahan yang curam. Dengan dilakukannya penanaman tanaman penguat teras tersebut, juga akan didapat nilai tambah lainnya dari teras yang dibuat, yaitu sebagai sumber pakan ternak dan bahan organik tanah. Pembangunan teras juga dapat dikombinasikan dengan pembangunan rorak untuk memperbesar peresapan air ke dalam tanah dan menampung tanah yang tererosi, serta pembangunan saluran teras yang berada tepat di atas guludan. Saluran teras dibuat agar air yang mengalir dari bidang olah dapat dialirkan secara aman ke SPA (saluran pembuangan air).

IV. KESIMPULAN
Lahan di dataran tinggi Dieng telah mengalami kerusakan akibat besarnya erosi yang terjadi di kawasan tersebut. Erosi tersebut dikarenakan karakteristik dari dataran tinggi Dieng yang berlereng dengan struktur tanah yang mudah lepas serta curah hujan yang relatif tinggi, ditambah dengan praktek pertanian yang dilaksanakan oleh petani sangat tidak memperhatikan kaidah-kaidah konservasi. Petani menanam tanaman kentang secara intensif pada bedengan yang dibuat searah lereng pada teras bangku yang miring ke luar, serta tanpa ditanami dengan tanaman penguat teras.
Untuk menanggulangi masalah tersebut, perlu dilakukan upaya konservasi yang mengkombinasikan upaya secara vegetatif dan mekanik. Teras gulud memiliki efektivitas menahan erosi yang tinggi sehingga sangat cocok untuk mengurangi masalah erosi pada lahan tersebut. Namun, teras gulud juga haru diperkuat dengan tanaman penguat teras berupa tanaman Rumput Bede (Brachiaria decumbens) dan Rumput Bahia (Paspalum notatum). Untuk memperbesar peresapan air ke dalam tanah dan menampung tanah yang tererosi, perlu dibangun rorak pada bidang olah dan saluran peresapan. Selain itu, agar air yang mengalir dari bidang olah dapat dialirkan secara aman ke SPA (saluran pembuangan air), teras gulud perlu dilengkapi dengan saluran teras yang dibangun tepat di atas guludan.

Written by Hajroon Jameela

October 19, 2011 at 9:44 am

KONSERVASI SUMBERDAYA LAHAN DI KAWASAN PEGUNUNGAN SINDORO-SUMBING DAN SOLUSI MANAGEMENNYA

leave a comment »

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1 Latar Belakang

Gunung Sindara, atau yang biasa disebut Sindoro, atau juga Sundoro (altitudo 3.150 meter di atas permukaan laut) merupakan sebuah gunung volkano aktif yang terletak di Jawa Tengah, Indonesia, dengan Temanggung sebagai kota terdekat. Gunung Sindara terletak berdampingan dengan Gunung Sumbing. Gunung Sumbing mempunyai ketinggian setinggi 3.371 meter. Gunung ini terletak di tiga kabupaten yakni kabupaten Magelang, Temanggung, dan Wonosobo. Di puncaknya, gunung ini mempunyai kawah yang masih aktif.

Kawasan Gunung Sindoro-Sumbing memiliki kondisi topografis yang didominasi oleh pegunungan dan perbukitan dengan sebaran lahan beruba kawasan hutan produksi, hutan rakyat, dan hutang lindung. Gunung Sindoro dan Sumbing mempunyai kawasan hutan Dipterokarp Bukit, hutan Dipterokarp Atas, hutan Montane, dan hutan Ericaceous atau hutan gunung. Namun, sebagian besar wilayah di gunung ini telah digunakan untuk lahan pertanian. Ribuan hektar hutan yang berada di kawasan tersebut telah habis dan rusak dijarah oleh masyarakat di sekitarnya. Sedangkan budidaya tanaman yang dilakukan oleh masyarakat disana masih belum diikuti dengan penerapan teknik konservasi yang baik. Pola intensifikasi pertanian belum sepenuhnya dilakukan oleh masyarakat karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan pembiayaan.

Tembakau merupakan salah satu tanaman komoditas pertanian yang dijadikan andalan dalam peningkatan kualitas perekonomian masyarakat di sekitar kawasan Gunung Sindoro-Sumbing. Masih adanya permintaan pasar dan budaya pola tanam menyebabkan jenis komoditas ini masih terus dikembangkan dan dibudidayakan di kawasan Gunung tersebut selain tanaman sayur-sayuran. Pengembangan tembakau makin meluas ke arah puncak Gunung Sumbing yang memiliki lereng yang curam (>40%). Tanaman ini telah diusahakan selama berpuluh tahun silam secara turun temurun. Disatu sisi pengembangan tembakau perlu terus ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan domestik dan ekspor, disisi lain dengan makin bertambahnya penduduk dan makin terfragmentasinya kepemilikan lahan akibat sistem bagi waris, otomatis dibutuhkan lahan yang lebih luas untuk perluasan areal tanam. Salah satu caranya dengan membuka lahan mengarah ke puncak gunung. Lahan tersebut milik negara, berupa hutan produksi dan sebagian termasuk hutan lindung. Lahan berlereng curam ini tidak hanya ditanami tembakau, tetapi juga jagung tanpa disertai penerapan teknologi konservasi tanah.

Pelaku pembabatan hutan yang lain adalah petani kentang yang berusaha mencari lahan pertanian baru karena lahan pertanian lama sudah tidak subur lagi. Penurunan kesuburan tersebut disebabkan penggunaan bahan-bahan kimia (obat-obatan serta pupuk anorganik) secara over dosis ataupun tidak sesuai dengan petunjuk pemakaian. Kesuburan tanah yang menurun menyebabkan produksi pertanian mereka juga turun. Akhirnya kawasan hutan yang seharusnya kawasan lindung dan juga merupakan daerah tangkapan air hujan (catchment area) dibuka dan digunakan sebagai lahan pertanian.

Padahal, telah kita ketahui bahwa hutan memiliki potensi dan fungsi untuk menjaga keseimbangan lingkungan. Potensi dan fungsi tersebut mengandung manfaat bagi populasi manusia bila dikelola secara benar dan bijaksana. Kelestarian manfaat yang timbul karena potensi dan fungsi didalamnya dapat diwujudkan selama keberadaannya dapat dipertahankan dalam bentuk yang ideal. Hutan juga memberikan pengaruh kepada sumber alam lain. Pengaruh ini melalui tiga faktor lingkungan yang saling berhubungan, yaitu iklim, tanah, dan pengadaan air bagi berbagai wilayah, termasuk wilayah pertanian. Pepohonan hutan juga mempengaruhi struktur tanah dan erosi, jadi mempunyai pengaruh terhadap pengadaan air di lereng gunung.

Hutan yang terletak di sekitar kawasan gunung juga berperan dalam menjaga dan mempertahankan keseimbangan ekologis, keberadaannya sangat bermanfaat bagi kehidupan yang ada di bawah kawasannya. Ketersediaan air yang cukup bagi berbagai macam kebutuhan, kelestarian hasil tanaman produksi melalui kesuburan tanah yang terjaga, dan keamanan fungsi lindung bagi ekosistem disekitarnya merupakan nilai yang ditawarkan dari keberadaan hutan di sekitar kawasan gunung.

Permasalahan yang akhir-akhir ini ditemui, seperti yang ditemukan pada kawasan pegunungan Sindoro-Sumbing adalah menurunnya fungsi dan potensi hutan seiring dengan makin berkurangnya luasan yang dapat dipertahankan. Berbagai aktivitas manusia dilakukan untuk mengubah fungsi hutan secara ekologis menjadi pemanfaatan lahan secara ekonomis. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan perusakan hutan, namun umumnya faktor-faktor tersebut berkaitan erat dengan praktek-praktek pembangunan dengan sistem produksi yang tidak berkelanjutan. Kerusakan hutan pada umumnya diakibatkan oleh penebangan besar-besaran dan pembukaan lahan untuk perkebunan, transmigrasi, maupun pertambangan. Hal ini tentu saja akan menimbulkan fenomena baru bagi kawasan yang selama ini menggantungkan pada keberadaan hutan.

Keberadaan hutan dalam menjaga keseimbangan lingkungan sangat diperlukan. Fungsi hutan dapat memberikan pengaruh positif bagi lingkungan disekitarnya dan hal ini berkaitan erat dengan fungsi hutan sebagai fungsi lindung terhadap sumber daya alam yang ada disekitarnya. Apabila fungsi ini tidak berjalan sebagaimana mestinya, maka potensi terjadinya bencana alam di lingkungan yang ada dibawahnya sulit dihindari, dan potensi kerusakan lingkungan sulit untuk ditanggulangi. Apabila hutan di lereng gunung habis ditebang, air hujan akan mengalir deras membawa partikel tanah permukaan, yang kemudian bercampur menjadi lumpur. Keadaan bisa semakin parah, jika air yang mengalir dari lereng gunung tanpa rintangan, lalu menimbulkan banjir. Banjir mempunyai daya kekuatan yang besar untuk menghanyutkan lapisan humus pada permukaan tanah pertanian. Ini berarti menghanyutkan bagian terpenting daripada komponen tanah yang menjamin produktivitas biologi tanah pertanian tersebut.

Kawasan Gunung Sindoro-Sumbing dengan aset sumber daya alam hayati yang berada di dalamnya memiliki peran penting. Keterkaitan manfaat tersebut berkesinambungan dalam sebuah proses yang menjaga kestabilan fungsi lingkungan. Aset-aset tersebut dalam menciptakan manfaat saling berkaitan menjadi sebuah kawasan penyangga kehidupan disekitarnya. Manfaat yang diperoleh dari hasil penyatuan komponen pembentuknya memberikan arti penting dalam keberadaan komunitas populasi mahluk hidup yang ada disekitarnya. Hal-hal yang menjadi faktor strategis dalam menunjang kehidupan mulai dari kestabilan pola tata air, kesuburan lahan, kestabilan hasil produksi tanaman, perbaikan kualitas iklim mikro, dan perlindungan terhadap faktor alami perusak.

Keberadaan kawasan Gunung Sindoro-Sumbing sebagai kawasan yang diharapkan mampu menjaga stabilitas fungsi disekitarnya dan eksistensi populasi penduduk yang berada di bagian bawahnya semakin diragukan. Proses perusakan lahan yang dilakukan secara terus menerus telah menimbulkan kondisi kritis pada beberapa kawasan. Tuntutan ekonomi dan peluang pasar terhadap komoditas non kehutanan telah mengesampingkan pola pengelolaan dan pemanfaatan yang lestari.

1.2 Dampak Kerusakan Sumberdaya Lahan

Pembabatan hutan lindung yang terjadi di kawasan Gunung Sindoro-Sumbing tersebut membawa dampak cukup berarti saat ini, antara lain:

a.Terjadinya erosi

Erosi adalah peristiwa pengikisan padatan (sedimen, tanah, batuan, dan partikel lainnya) akibat transportasi angin, air atau es, karakteristik hujan, creep pada tanah, dan material lain di bawah pengaruh gravitasi, atau oleh makhluk hidup semisal hewan yang membuat liang, dalam hal ini disebut bio-erosi. Erosi yang lazim terjadi di negara tropis seperti Indonesia juga pada kasus di kawasan pegunungan Sindoro-Sumbing ini ialah erosi tanah oleh air.

Erosi sebenarnya merupakan proses alami yang mudah dikenali, namun di kebanyakan tempat kejadian ini diperparah oleh aktivitas manusia dalam tata guna lahan yang buruk, penggundulan hutan, kegiatan pertambangan, perkebunan dan perladangan, kegiatan konstruksi/ pembangunan yang tidak tertata dengan baik, dan pembangunan jalan. Tanah yang digunakan untuk menghasilkan tanaman pertanian biasanya mengalami erosi yang jauh lebih besar dari tanah dengan vegetasi alaminya. Alih fungsi hutan menjadi ladang pertanian meningkatkan erosi, karena struktur akar tanaman hutan yang kuat mengikat tanah digantikan dengan struktur akar tanaman pertanian yang lebih lemah. Bagaimanapun, praktik tata guna lahan yang maju dapat membatasi erosi, menggunakan teknik semisal terrace-building, praktik konservasi ladang, dan penanaman pohon.

Dampak dari erosi adalah menipisnya lapisan permukaan tanah bagian atas, yang akan menyebabkan menurunnnya kemampuan lahan (degradasi lahan). Akibat lain dari erosi adalah menurunnya kemampuan tanah untuk meresapkan air (infiltrasi). Penurunan kemampuan lahan meresapkan air ke dalam lapisan tanah akan meningkatkan limpasan air permukaan yang akan mengakibatkan banjir di sungai. Selain itu butiran tanah yang terangkut oleh aliran permukaan pada akhirnya akan mengendap di sungai (sedimentasi) yang selanjutnya akibat tingginya sedimentasi akan mengakibatkan pendangkalan sungai sehingga akan memengaruhi kelancaran jalur pelayaran.

Erosi dalam jumlah tertentu sebenarnya merupakan kejadian yang alami, dan baik untuk ekosistem. Misalnya, kerikil secara berkala turun ke elevasi yang lebih rendah melalui angkutan air. erosi yang berlebih, tentunya dapat menyebabkan masalah, semisal dalam hal sedimentasi, kerusakan ekosistem dan kehilangan air secara serentak.

Banyaknya erosi tergantung berbagai faktor. Faktor Iklim, termasuk besarnya dan intensitas hujan/ presipitasi, rata-rata dan rentang suhu, begitu pula musim, kecepatan angin, dan frekuensi badai. Faktor geologi termasuk tipe sedimen, tipe batuan, porositas dan permeabilitasnya, serta kemiringn lahan juga dapat mempengaruhi banyaknya erosi. Faktor biologis termasuk tutupan vegetasi lahan, makhluk yang tinggal di lahan tersebut dan tata guna lahan oleh manusia.

Umumnya, dengan ekosistem dan vegetasi yang sama, area dengan curah hujan tinggi, frekuensi hujan tinggi, lebih sering kena angin atau badai tentunya lebih terkena erosi. Sedimen yang tinggi kandungan pasir atau silt, terletak pada area dengan kemiringan yang curam, lebih mudah tererosi, begitu pula area dengan batuan lapuk atau batuan pecah. Porositas dan permeabilitas sedimen atau batuan berdampak pada kecepatan erosi, berkaitan dengan mudah tidaknya air meresap ke dalam tanah. Jika air bergerak di bawah tanah, limpasan permukaan yang terbentuk lebih sedikit, sehingga mengurangi erosi permukaan. Sedimen yang mengandung banyak lempung cenderung lebih mudah bererosi dari pada pasir atau silt. Dampak sodium dalam atmosfir terhadap erodibilitas lempung juga sebaiknya diperhatikan

Faktor yang paling sering berubah-ubah adalah jumlah dan tipe tutupan lahan. Pada hutan yang tak terjamah, mineral tanah dilindungi oleh lapisan humus dan lapisan organik. Kedua lapisan ini melindungi tanah dengan meredam dampak tetesan hujan. Lapisan-lapisan beserta serasah di dasar hutan bersifat porus dan mudah menyerap air hujan. Biasanya, hanya hujan-hujan yang lebat (kadang disertai angin ribut) saja yang akan mengakibatkan limpasan di permukaan tanah dalam hutan. Bila pepohonan dihilangkan akibat kebakaran atau penebangan, derajat peresapan air menjadi tinggi dan erosi menjadi rendah. Kebakaran yang parah dapat menyebabkan peningkatan erosi secara menonjol jika diikuti denga hujan lebat. dalam hal kegiatan konstruksi atau pembangunan jalan, ketika lapisan sampah/ humus dihilangkan atau dipadatkan, derajat kerentanan tanah terhadap erosi meningkat tinggi.

Secara singkat, erosi tanah berpengaruh negatif terhadap produktivitas lahan melalui pengurangan ketersediaan air, nutrisi, bahan organik, dan menghambat kedalaman perakaran. Erosi yang terjadi di kawasan Gunung Sindoro-Sumbing mengalir pada aliran sungai yang bertemu di aliran Sungai Serayu, selanjutnya endapan lumpur masuk ke Bendungan Mrican yang terletak di Kabupaten Banjarnegara. Proses terbawanya sedimen dari aliran sungai yang memberikan kontribusi endapan pada bendungan akan mengakibatkan pendangkalan dan berkurangnya umur/ masa pakai bendungan tersebut.

Erosi yang terjadi di kawasan Sindoro-Sumbing, mengakibatkan tingginya tingkat laju/ bahaya erosi dan juga menyebabkan terjadinya degradasi lahan pada kawasan tersebut. Desa Butuh, Kecamatan Kalikajar dan Desa Sigedang, Kecamatan Kejajar merupakan bagian dari DAS Serayu. Aliran air dari kedua daerah tersebut masuk dalam aliran Sungai Serayu melalui aliran sungai Gono dan sungai Begaluh. Aliran ini akan memberikan kontribusi berupa air maupun kandungan sedimen yang menuju sungai Serayu dan memberikan pengaruh terhadap besarnya laju sedimentasi pada daerah tangkapan waduk Mrican.

b. Terjadinya banjir

Banjir terjadi di Kota Wonosobo terutama di musim hujan. Pada saat musim hujan selalu terjadi genangan yang sangat mengganggu aktifitas kehidupan masyarakat. Kedua dampak di atas adalah imbas yang terjadi akibat munculnya peningkatan debit aliran permukaan dari hulu ke hilir.

Kasus banjir yang sering terjadi di kawasan tersebut merupakan dampak secara langsung akibat pola tekanan kerusakan nilai konservasi di kawasan hutan. Kerusakan sarana infrastruktur dan kerusakan nilai produktivitas lahan menjadi sebuah isu utama yang dipahami oleh masyarakat namun kurang diperhatikan secara benar. Berikut adalah peranan yang dimainkan hutan dalam kaitannya dengan banjir:

1)    Keberadaan hutan mempertahankan tanah pada tempatnya, erosi yang seringkali terjadi setelah penebangan hutan adalah merupakan penyebab utama adanya kaitan antara hutan dan banjir.

2)    Keberadaan hutan memberikan kapasitas tampung air, karena besarnya evapotranspirasi hutan lebih besar daripada jenis tataguna lahan lainnya

3)    Keberadan hutan meningkatkan infiltrasi, gangguan pada permukaan tanah setelah penebangan hutan dalam bentuk bercocok tanam yan tidak mengindahkan kaidah konservasi, pembakaran tumbuhan bawah yang terus menerus atau penggembalaan yang berlebih dapat menurunkan laju infiltrasi dan meningkatkan debit puncak serta besarnya volume air lokal.

c. Kerusakan lingkungan

Kerusakan lingkungan merupakan suatu kondisi dimana lingkungan berada diluar ambang batas toleransi kualitas baik secara fisik maupun fungsi sehingga keberadaannya tidak dapat berlangsung sebagaimana mestinya. Menurut Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, definisi perusakan lingkungan hidup adalah tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik dan atau hayatinya yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan berkelanjutan.

Kerusakan lingkungan dapat disebabkan oleh berbagai hal yaitu akibat faktor internal (natural disaster) dan faktor eksternal (error threatment). Faktor internal dimungkinkan terjadi karena perubahan dalam lingkungan itu sendiri dan sifatnya alami sehingga prosesnya dapat diterima sebagai suksesi yang wajar dan terkendali, contohnya kerusakan lingkungan pasca bencana alam gunung meletus. Dalam hal ini manusia diluar tanggungjawab manusia, dan sifatnya bersiklus. Faktor eksternal dimungkinkan terjadi karena salah dalam mengelola potensi dan memanfaatkan fungsi yang dimiliki oleh lingkungan, sehingga prosesnya harus melalui suksesi yang dikendalikan, contohnya kerusakan lingkungan akibat penggalian bahan tambang yang berlebihan di areal rawan bencana. Faktor yang terakhir ini peran manusia sangatlah dominan dan periodenya sangat fluktuatif mengikuti pola kesadaran manusia akan fungsi lingkungan.

Model pengelolaan yang kurang bijaksana yang telah dilaksanakan di kawasan pegungungan Sindoro-Sumbing selama ini dalam mengeksploitasi lingkungan telah mulai dirasakan akibatnya baik oleh masyarakat sekitar maupun masyarakat yang tidak berinteraksi dengan kawasan tersebut secara langsung. Dengan lagu deforestasi yang tinggi, diperkirakan tidak sampai 20 tahun hutan di kawasan tersebut akan habis dan dampak negatif terhadap lingkungan sekitar akan jauh lebih hebat daripada yang ada saat ini. Kondisi kerusakan hutan tersebut harus segera ditangani secara serius baik oleh Pemerintah Daerah setempat maupun oleh Perum Perhutani. Terbukti sudah banyak dampak negatif yang telah dirasakan masyarakat akibat kerusakan lingkungan tersebut.

Ancaman terhadap kerusakan hutan sebenarnya tidak saja mengancam kehidupan manusia, akan tetapi juga mengancam kehidupan satwa dan fauna lainnya. Ancaman terhadap manusia setidaknya bisa berdampak pada aspek sosial, ekonomi dan budaya. Ancaman terhadap satwa dan fauna yakni punahnya beberapa jenis satwa dan fauna langka yang kerugiannya tidak bisa dinilai dengan nilai nominal. Hutan mempunyai fungsi ekologi yang sangat penting antara lain sebagai hidrologi sebagai penyimpan sumber daya genetis sebagai pengatur kesuburan tanah dan iklim serta sebagai penyimpan (rosot) karbon. Kerusakan hutan dengan demikian akan menyebabkan hutan tidak mampu berfungsi sebagaimana yang diharapkan. Pembangunan industri kehutanan merupakan salah satu yang menyebabkan berkurang dan hilangnya fungsi hidro ekologi hutan. Selain itu disebutkan juga bahwa ada empat faktor penyebab kerusakan hutan itu: penebangan yang berlebihan disertai pengawasan lapangan yang kurang, penebangan liar, kebakaran hutan dan alih fungsi hutan menjadi lahan pertanian atau pemukiman.

d. Berkurangnya Cadangan Air Tanah dan Penurunan Kualitas Lahan

Daerah hulu merupakan kawasan resapan yang berfungsi untuk menahan air hujan yang turun agar tidak langsung menjadi aliran permukaan dan melaju ke daerah hilir, melainkan ditahan sementara dan sebagian airnya dapat diresapkan menjadi cadangan air tanah yang memberikan manfaat besar terhadap ekologi dan ekosistem. Semakin besar kegiatan pembukaan lahan dan pengalihan fungsi lahan dari kawasan konservasi menjadi kawasan produksi tanaman non konservasi akan mendorong peningkatan jumlah/ volume aliran permukaan yang melaju dari arah hulu ke arah hilir. Hal tersebut juga berdampak pada berkurangnya cadangan air tanah pada kawasan tersebut dan berimbas pula pada penurunan kesuburan tanah, karena lapisan top soil pada lahan yang tererosi telah banyak yang hilang melalui aliran permukaan. Penurunan kualitas lahan akan berdampak secara langsung pada penurunan volume dan kualitas produksi tanaman yang dibudidayakan di atasnya.

BAB II

KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN

 

Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing mempunyai lereng lapangan 4% atau kawasan hutan yang memepunyai ketinggian 2000 meter dpl atau lebih. Litologi yang dijumpai berupa batuan Gunung api Sumbing, lava Gunung Sumbing, dan batuan Gunung api Sindoro. Luas kawasan lindung Sindoro Sumbing mancapai 83.115,54 ha atau sekitar 19.04% dari total luas lahan yang ada (43664.38 Ha).

Kawasan Sindoro-Sumbing merupakan kawasan konservasi yang secara administratif terletak di Kabupaten Temanggung, Kabupaten Wonosobo, dan Kabupaten Magelang. Pembagian Kawasan Sindoro-Sumbing dibatasi dengan pertimbangan sebagai berikut:

  1. Untuk wilayah yang mempunyai ketinggian lebih dari 2000 m dpl adalah fungsi lindung. Jadi untuk Kawasan Sindoro-Sumbing adalah wilayah yang berada pada fungsi lindung yang mempunyai ketinggian di bawah 2000 m dpl. Kriterianya ditetapkan berdasarkan SK.Mentan No.837/KPTS/II/UM/8/1981 yaitu:
    1. Memiliki kelerengan >40% dan ketinggian > 2000 m dpl
    2. Memiliki skor kelayakan lahan >175 dengan kombinasi kriteria intensitas hujan, kelerengan, ketinggian, dan jenis tanah.
  2. Mempertimbangkan batas administrasi kelurahan tiap kecamatan yang masuk Kawasan Sindoro-Sumbing yang dapat memberikan kontribusi fungsi lindung dan jaringan jalan yang merupakan batasan secara fisik.
  3. Potensi dan permasalahan yang dilihat dari segi kependudukan dan kondisi eksisting guna lahan.

Kawasan pegunungan Sindoro-Sumbing mempunyai sumberdaya lahan, baik itu tanah, iklim, dan topografi, yang sangat beragam. Keragaman sumberdaya lahan tersebut menyebabkan usaha tani dan jenis komoditas yang diusahakan juga berbeda-beda. Beberapa komoditas unggulan seperti kentang dan tembakau banyak dikembangkan di kawasan tersebut meskipun belum  dapat meningkatkan pendapatan petani secara keseluruhan. Hal ini dikarenakan wilayah yang sesuai untuk komoditas tersebut sangat terbatas baik dari sesesuaian lahan (tanah dan iklim) maupun ketersediaan sarana pertanian (air atau irigasi), serta keterampilan petani yang relatif rendah.

Permasalahannya adalah lahan dilereng gunung Sindoro-Sumbing dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk kegitan pertanian intensif yang kurang ramah lingkungan, misalnya dengan penanaman tembakau, sementara kawasan ini lebih difokuskan untuk mewujudkan kelestarian lingkungan. Hal yang mungkin perlu dilakukan untuk mengatasi permasalahan ini adalah perubahan budaya masyarakat yang diarahkan pada pemanfaatan sumber daya alam yang ramah lingkungan, peningkatan kualitas SDM yang meliputi masyarakat sekitar hutan, perhutani, pemerintah daerah, dan stakeholder lain yang melibatkan tokoh masyarakat dan tokoh agama dalam budaya masyarakat.

Kondisi fisik kawasan ini yaitu mempunyai kemampuan untuk menyerap hujan, sebagai sumber utama pembentukan air tanah. Hal tersebut memberikan ruang yang cukup bagi peresapan air hujan pada daerah resapan air tanah untuk keperluan penyediaan kebutuhan air tanah dan penanggulangan banjir. Dilihat secara umum, kawasan Gunung Sindoro-Sumbing ternyata mempunyai sungai-sungai yang berhulu dari bagian utara dan selatan yang merupakan puncak gunung. Oleh sebab itu, daerah di bagian utara dan selatan merupakan daerah yang efektif untuk resapan air hujan yang diharapkan dapat mengisi air bumi (akuifer) yang sangat berguna sebagai sumber air.

Berdasarkan pengamatan visual di lapangan, Kawasan Sindoro Sumbing mengalami kerusakan lingkungan yang parah. Pengambilan gambar di beberapa titik di Desa Butuh, Kecamatan Kalikajar mewakili Kawasan Gunung Sumbing dan Desa Sigedang, Kecamatan Kejajar mewakili Kawasan Gunung Sindoro menunjukkan kerusakankerusakan tersebut.

Gambar 1. Gambar Pembukaan Lahan Pertanian pada Kawasan Gunung Sumbing

Gambar 2. Gambar Pengolahan Lahan Pertanian pada Kawasan Gunung Sumbing

Gambar 3. Gambar Pembukaan Lahan Pertanian pada Kawasan Gunung Sindoro

Kerusakan lahan yang terjadi pada kawasan Gunung Sindoro-Sumbing akan memunculkan permasalahan lingkungan yang lainnya. Meskipun dalam prosesnya akan berlangsung secara bertahap namun akibatnya akan sulit untuk dikembalikan dalam waktu yang singkat. Sumberdaya alam utama, yaitu tanah dan air, pada dasarnya merupakan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui, namun mudah mengalami kerusakan atau degradasi.

Selain proses pengelolaan lahan yang kurang memperhatikan aspek konservasi, pola aktivitas yang berlebihan di kawasan lindung atau kawasan hutan juga akan berdampak pada proses kerusakan hutan itu sendiri. Proses eksploitasi vegetasi khas dikedua kawasan tersebut yaitu jenis tanaman Kemlandingan Gunung, sebagai bahan dalam pembuatan arang, juga berdampak negatif pada kondisi kawasan hutan yang ada dikedua kawasan gunung tersebut. Proses pembakaran dan pembalakan liar yang terjadi telah merusak lingkungan ekologis, meskipun suksesi tetap berlangsung, namun proses penurunan kualitas lahan dan potensi ancaman bencana menjadi meningkat.

Pembakaran yang dilakukan secara sistematis sering menggiring pada bencana kebakaran hutan yang sulit ditangani, dan untuk mencapai tingkatan pemulihan kembali kawasan membutuhkan waktu yang cukup lama dan biaya yang tidak sedikit. Laju pertumbuhan penduduk di suatu wilayah menyebabkan kebutuhan akan lahan untuk pertanian dan permukiman meningkat. Dalam kehidupannya penduduk mencari berbagai alternatif dalam rangka memenuhi kebutuhan pokok berupa sandang, pangan dan perumahan. Sementara permintaan akan lahan yang tinggi tidak sebanding dengan lahan yang tersedia, menjadi faktor pendorong masyarakat untuk mencari alternatif lahan di kawasan hutan, bahkan hutan lindung yang seharusnya sebagai kawasan tangkapan hujan (catchment area) pun mereka rusak dan dialihfungsikan sebagai lahan pertanian. Perilaku masyarakat dengan tidak berwawasan lingkungan mendatangkan dampak yang cukup besar tanpa mereka sadari dan berimbas kepada kelangsungan hidup di sekitarnya.

BAB III

STRATEGI MANAGEMEN

 

Berbagai upaya perlu dilakukan untuk mengembalikan kondisi lingkungan pada kawasan Gunung Sindoro-Sumbing. Pemerintah Daerah melalui dinas instansi teknisnya antara lain Kantor Lingkungan Hidup, Dinas Pertanian serta Dinas Kehutanan dan Perkebunan bersama-sama masyarakat setempat melaksanakan upaya-upaya perbaikan kondisi lingkungan Kawasan Sindoro Sumbing.

Alternatif kebijakan yang diambil bisa berupa kebijakan fisik maupun kebijakan sosial ekonomi. Berikut adalah alternatif kebijakan yang dapat diambil:

1. Alternatif kebijakan fisik:

  1. Melaksanakan kegiatan budidaya yang sesuai dengan kaidah konservasi dan karakteristik, serta pengelolaan tanaman yang dapat mengendalikan erosi. Hal ini dilakukan dengan menanam jenis tanaman keras lokal yaitu kemlandingan gunung, cemara gunung dan kaliandra pada batas-batas kepemilikan lahan.
  2. Pemerintah bersama masyarakat dan stakeholder melaksanakan kegiatan perbaikan kawasan secara berkesinambungan dan terintegrasi, dalam bentuk pemberian proyek-proyek rehabilitasi lahan baik secara vegetatif maupun sipil teknis. Jenis tanaman yang budidayakan merupakan tanaman yang cocok dan sesuai untuk dikembangkan di kawasan tersebut, bukan sekedar jenis yang ditentukan oleh juklak juknis suatu proyek.

2. Alternatif Kebijakan Sosial ekonomi dan budaya:

  1. Melaksanakan kegiatan sosialisasi dan pembelajaran mengenai pemahaman lingkungan hidup pada masyarakat di kawasan Sindoro-Sumbing melalui lembaga-lembaga yang ada di masyarakat.
  2. Pemerintah dalam hal ini Dinas teknis terkait yaitu Dinas Pertanian dan Perkebunan memberikan alternatif komoditas/ jenis tanaman pengganti dari budidaya komoditas yang tidak ramah lingkungan dengan komoditas yang ramah lingkungan.
  3. Melakukan kegiatan rehabilitasi lahan tanpa menunggu program/ proyek dari pemerintah
  4. Penyusunan rencana pengelolaan kawasan Sindoro-Sumbing berdasarkan potensi sumberdaya yang tersedia oleh pemerintah daerah dengan mengikusertakan seluruh stakeholders
  5. Peningkatan partisipasi masyarakat melalui pelibatan aktif dan pengawasan pelaksanaan sampai kepada pengawasan dan evaluasi oleh semua stakeholders sesuai dengan peranan dan fungsi masing-masing dalam upaya pengelolaan kawasan
  6. Penegakan hukum terhadap masyarakat/ anggota masyarakat yang melanggar peraturan yang ada.

Berdasarkan sasaran strategi prioritas, alternatif kebijakan yang dipilih adalah sebagai berikut:

  1. Melaksanakan kegiatan budidaya yang sesuai dengan kaidah konservasi yaitu dengan membuat sistem terasering yang searah kontur serta pengelolaan tanaman yang dapat mengendalikan erosi, yaitu dengan penanaman secara tumpangsari antara tanaman semusim dengan tanaman tahunan.
  2. Pemerintah bersama masyarakat dan stakeholder melaksanakan kegiatan perbaikan kawasan secara berkesinambungan dan terintegrasi, dalam bentuk pemberian proyek-proyek rehabilitasi lahan baik secara vegetatif maupun sipil teknis.
  3. Melaksanakan kegiatan sosialisasi dan pembelajaran mengenai pemahaman lingkungan hidup pada masyarakat di kawasan Sindoro-Sumbing melalui lembaga-lembaga yang ada di masyarakat.
  4. Pemerintah memberikan alternatif komoditas/ jenis tanaman pengganti dari budidaya komoditas yang tidak ramah lingkungan dengan komoditas yang ramah lingkungan.
  5. Peningkatan partisipasi masyarakat melalui pelibatan aktif dan pengawasan pelaksanaan sampai kepada pengawasan dan evaluasi oleh semua stakeholders sesuai dengan peranan dan fungsi masing-masing.
  6. Memadukan sistem pertanian dan pelestarian sumberdaya alam, dengan memilih tanaman semusim dan tanaman tahunan yang saling menguntungkan.
  7. Melibatkan petani dan penyuluh dalam identifikasi masalah di lapangan, perencanaan, serta pemilihan dan penerapan teknik konservasi tanah dan air.
  8. Meningkatkan peran Departemen Pertanian dalam konservasi tanah dan rehabilitasi lahan, karena konservasi tanah memerlukan penanganan yang terintegrasi antarsektor. Departeman Pertanian memang belum diberi mandat secara formal dalam penanganan konservasi untuk mengembangkan sistem usaha tani konservasi.

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:

  1. Kondisi lingkungan di Kawasan Gunung Sindoro-Sumbing masih jauh dari fungsi konservasi dengan laju erosi dan Tingkat Bahaya Erosi (TBE) yang sangat tinggi.
  2. Faktor-faktor penyebab kerusakan lahan di kawasan Gunung Sindoro-Sumbing adalah:
    1. Adanya pemahaman yang sudah membudaya pada masyarakat untu selalu menanam tembakau pada setiap musim tanam, sehingga membentuk konsep pemikiran yang kurang bijaksana baik dari segi konservasi maupun ekonomi.
    2. Adanya ketergantungan yang kuat akan produk hutan berupa kayu bakar maupun bahan baku arang yang dimanfaatkan untuk mengurangi tekanan ekonomi akibat kegagalan usaha budidaya tanaman tembakau, telah membentuk rantai masalah proses kerusakan lingkungan di kedua kawasan gunung tersebut
    3. Kebakaran hutan yang sering terjadi di dalam kawasan hutan yang berada pada kawasan Gunung Sindoro-Sumbing.
    4. Tingkat kesadaran masyarakat yang ada saat ini belum terwujud dengan baik, komitmen dan persepsi mengenai arti pentingnya kawasan konservasi di kedua kawasan gunung tersebut terbatas pada kelompok-kelompok masyarakat tertentu
    5. Dukungan kebijakan dan program terpadu dari pemerintah belum menunjukkan hasil yang nyata, penetapan kedua kawasan gunung tersebut sebagai kawasan konservasi baru dituangkan dalam RTRW tahun 2007 sehingga implementasi kebijakan belum dapat dikaji keberhasilannya dan sejauhmana pelaksanaan program pemerintah dalam memperbaiki kondisi sosial ekonomi masih dalam batas visi dan misi.
    6. Berdasarkan pengamatan dan analisa data yang dlakukan bahwa kondisi lingkungan kawasan Gunung Sindoro-Sumbing masih berpeluang untuk dilakukan perbaikan, hal ini dilakukan berdasarkan pada proporsi nilai kerusakan lingkungan yang ada, sebagai salah satu contoh yaitu adanya lembaga masyarakat pemuda yang secara intensif melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan penyelamatan lingkungan.

4.2 Saran

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilaksanakan dari kajian pada beberapa aspek, terdapat beberapa hal yang dapat direkomendasikan dalam usaha perbaikan dan penyelamatan lingkungan pada kawasan Gunung Sindoro-Sumbing yaitu sebagai berikut:

  1. Membuat Rencana Detail Pengelolaan Kawasan Sindoro-Sumbing, meliputi:
    1. Membangun kawasan Gunung Sindoro-Sumbing menjadi kawasan agrowisata, yang merupakan tujuan wisata dengan daya tarik komoditas perkebunan (teh atau tembakau) dan juga keindahan alamnya.
    2. Melakukan/ menerapkan konservasi yang disesuaikan dengan kondisi lahan dan masyarakat serta jenis tanaman lokal yang ada. Dengan kondisi terasering yang belum sempurna dapat dilakukan penyempurnaan dengan melakukan pembuatan saluran teras, penanaman tanaman penguat teras. Jenis tanaman penguat teras yang dapat ditanam antara lain kaliandra dan rumput gajah. Penanaman jenis tanaman tersebut diatas, selain fungsi utamanya sebagai penguat teras juga dapat memberikan keuntungan ekonomis lain seperti rumput sebagai pakan ternak dan sebagai pupuk alami.
    3. Membuka peluang bagi keterlibatan berbagai pihak baik masyarakat, pemerintah maupun swasta dalam pengelolaan kawasan Sindoro-Sumbing pada setiap tahapan manajemen mulai dari perencanaan sampai pada monitoring evaluasi.
    4. Peningkatan peran serta masyarakat secara aktif dan berkesinambungan dalam suatu organisasi non formal yang mendapat dukungan dari pemerintah daerah dalam upaya perbaikan lingkungan pada kawasan Gunung Sindoro-Sumbing. Pembentukan inisiatif dan pembangunan motivator dari tingkat paling bawah, dalam hal ini masyarakat, diharapkan dapat mengurangi benturan kepentingan dan menjadi katalisator dalam proses perbaikan lingkungan di kawasan kedua gunung tersebut.
    5. Implementasi yang dilaksanakan harus didasari dan diawali dari pendekatan ekonomi, sosial, dan budaya secara komprehensif serta perlu dipersiapkan konsep pasca kegiatan agar mampu menggeser pola pikir yang konvensional menjadi pola pikir yang lebih maju dan bijaksana.
    6. Perlu dibentuk suatu badan khusus untuk menangani dan mengelola kawasan Sindoro-Sumbing di tingkat Kabupaten, yang terdiri dari unsur-unsur terkait dan atau lembaga-lembaga yang berkaitan dengan kegiatan penyelengaraan dengan dibawah koordinasi Kantor Dinas Lingkungan Hidup sebagai Lembaga Resmi yang ditunjuk dan dipilih oleh Pemerintah Daerah.

New Purpose

leave a comment »

Assalamualaikum Wr. Wb.

Untuk menambah manfaat dari WordPress saya ini, mulai sekarang saya bukan hanya akan menulis isu-isu seputar pertanian, agribisnis, dan isu-isu lain yang tengah hangat di dunia nyata, tapi saya juga akan meng-upload tugas-tugas saya yang sudah saya kerjakan dan kumpulkan selama semester 5 ini. Dengan ini semoga adik-adik tingkat saya bisa sedikit terbantu dalam mengerjakan tugas-tugasnya kelak. Namun, untuk tugas-tugas pada semester 1 hingga 4, untuk saat ini belum saya upload dulu. Mungkin akan menyusul di kemudian hari.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Written by Hajroon Jameela

October 19, 2011 at 8:44 am